BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar berarti memperbaharui dan
mengembangkan diri agar kehidupan individu lebih baik dari sebelumnya. Oleh
karena itu terjadi proses pada manusia dengan cara berpikir, bergerak, dan merasa untuk memahami
setiap fakta yang dihadapinya dalam menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan
dan teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa individu tersebut. Dalam
implementasinya belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,
prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang
sebagai model untuk pembelajaran. Adapun beberapa dari teori belajar tersebut yaitu
: (1) teori behaviorisme, (2) teori kognitivisme, (3) teori humanistik, dan (4)
teori sibernetik. Dalam aplikasi teori-teori belajar tergantung pada beberapa
hal seperti sifat materi, karakteristik pebelajar, media belajar dan fasilitas
belajar yang tersedia.
Jean Piaget seorang psikolog penganut teori belajar kognitivisme, menjelaskan
bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual.
Dia menyebut bahwa struktur kognitif dalam cara berfikir anak sebagai skemata
(Schematic), yaitu kumpulan dari skema-skema. Dalam makalah ini dibahasa
mengenai teori schematic digunakan dalan proses belajar individu.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah: Bagaimanakah teori belajar
Schematic?
C.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini
adalah untuk mengetahui dan memahami teori belajar Schematic.
D.
Manfaat
Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan para pembaca tentang teori belajar Schematic
yang dapat diterapkan dan diaplikasikan pada proses belajar dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Schematic
Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti
sesuatu hal, menemukan jalan keluar ataupun memecahkan persoalan. Orang harus
mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk
kerangka pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang akan membentuk
pemikiran struktural seseorang dimana pengetahuan struktural tersebut terdiri
dari skema-skema yang dimiliki dan hubungan antara skema-skema itu.
Menurut teori skema pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi,
atau skema, yang terdiri dari kontruksi mental gagasan kita. Skema objek,
kejadian, atau ide terdiri dari satu set atribut yang menjelaskan objek
tersebut yang mana membantu kita untuk mengenai objek atau suatu peristiwa.
Misalnya skema tentang bunga yang memuat macam-macam atribut seperti, akar,
batang, daun, bunga dan lain-lain. Skema bunga ini akan berkaitan dengan skema
yang lebih luas seperti skema tumbuhan. Setiap orang daam pikirannya akan
mempunyai macam-macam skema mengenai banyak hal dan skema-skema itu ada yang
saling berkaitan dan membentuk suatu kerangka pemikiran seseorang akan sesuatu
hal. Skema-skema mempunyai banyak jenis, ada yang konkrit seperti bunga tadi
tetapi dapat juga abstrak seperti teori matematika.
Cara seseorang membentuk dan mengubah skema adalah proses belajar. Individu
dapat membentuk skema baru dari suatu pengalaman baru dan dapat juga menambah
atribut baru ke dalam skemanya yang lama. Individu dapat melengkapi dan
memperluas skema yang dimilikinya ketika berhadapan dengan pengalaman,
persoalan dan juga pemmikiran yang baru. Pada umumnya bila individu menghadapi
pengalaman baru yang tidak cocok dengan skema yang dimilikinya, dia akan
mengubah skema lamanya. Dalam proses belajar siswa mengadakan perubahan
skemanya dengan menambah atribut, memperhalus, memperluas, ataupun mengubah
keseluruhan skema lama.
Skema adalah istilah yang penting dalam teori Piaget, karena dianggap
sebagai elemen dalam strustur kognitif individu. Skemata yang ada dalam
individu akan menentukan bagaimana dia akan merespon lingkungan fisik. Skemata
dapat muncul dalam bentuk prilaku yang jelas, seperti gerakan refleks memegang.
1.
Asimilasi
Cara anak menghadapi lingkungannya
akan berubah-ubah seiring pertumbuhannya. Agar terjadi interaksi individu
dengan likungan maka skemata yang ada harus berubah. Proses merespon lingkungan
yang sesuai dengan struktur kognitif anak disebut dengan asimilasi. Asimilasi adalah
proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang
telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk
mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2.
Akomodasi,
Jika asimilasi adalah satu-satunya
prose kognitif maka tidak ada perkembangan intelektual anak tersebut karena
hanya akan mengasimilasikan pengalamannya ke dalam struktur kognitif. Akan
tetapi pengalaman baru tidak cocok dengan skema yang ada, sehinngga individu
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus
baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses
perubahan respons individu terhadap stimulus lingkungan.
3.
Equlibrasi
Proses asimilasi dan akomodasi diperlukan
untuk perkembangan kognitif individu, dalam perkembangan intelektual individu
diperlukan keseimbangan asimlasi dan akomodasi, proses ini disebut dengan
Equilirium. Equilibrasi adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses pengaturan keseimbangan ini
berjalan terus dalam diri individu melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibrasi
membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman yang dihadapinya dengan skemata
yang dimilikinya. Bila terjadi ketidakseimbangan (disequlibrium) maka individu
dipacu untuk mencari keseimbangan dengan cara asimilasi ataau akomodasi.
B.
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif pada anak
Selanjutnya Piaget mengemukakan
tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci,
mulai bayi hingga dewasa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan
ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang
secara kronologis :
1. Tahap Sensori Motor 0-2 tahun (
Sensory Motoric Stage)
Bagi anak
yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota
tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu
dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek
yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya
terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda
tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan
bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai
dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam
simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara
binatang dan lain-lain.
Kesimpulan
pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi
dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa
kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia
hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
2. Tahap Pra Operasi 2-7 tahun ( Pre
Operation Stage)
Tahap ini
adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi
yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif,
seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak
benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada
tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit
daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya
berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada
pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation),
yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dan lain-lain. Selain dari
itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan
dua aspek atau lebih secara bersamaan.
Kesimpulan
pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih
terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya
saja.
3. Tahap Operasi Konkrit 7-11 tahun (
Concrete Operational Stage)
Anak-anak
yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya
anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objek. Anak pada tahap ini sudah cukup matang
untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini
(karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di
hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. Contoh. Anak-anak diberi dua boneka binatang yang
berlainan (kucing dan singa), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi
boneka yang berukuran kecil dan besar. Namun, ketika diberi peranyaan,
“Binatang apa yang kecil dan binatang apa yang besar?”, anak-anak pada tahap
operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir
hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
Kesimpulan
pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis,
tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
4. Tahap Operasi Formal 11 tahun ke
atas ( Formal Operation Stage)
Tahap
operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan kognitif secara
kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda
konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam
struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol,
ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk
melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan,
memahami konsep promosi.
Sebagai
contoh eksperimen Piaget yaitu: Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada
gambar” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur besar “rumah” itu.
Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “rumah” itu
berdekatan dengan “hotel”. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan
batang korek api besar “rumah”empat batang sedangkan besar “hotel” delapan batang
korek api. Berapakah besar “hotel” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan
masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik
dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kemampuan untuk melakukan
penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian
hipotesis dan mengujinya.
Kesimpulan
pada tahap ini adalah pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu
memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu
disebut operasional formal). Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah
memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran
abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi
formal memungkinkan berkembangnya sistem nilai dan ideal, serta pemahaman untuk
masalah-masalah filosofi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan secara singkat tentang teori belajar
Schematic, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Jean Piaget
menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schematic), yaitu kumpulan
dari skema-skema.
2. Cara anak
menghadapi lingkungannya akan berubah-ubah seiring pertumbuhannya, yaitu
berdasarkan proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
3.. Empat
tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis : (a) tahap Sensori Motor, (b) tahap Pra Operasi, (c) tahap Operasi
Konkrit, (d) tahap Operasi Formal.
B.
Saran
Dengan
mengetahui secara singkat tentang teori belajar Schematic, maka diharapkan
pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan mengajar di satuan pendidikan,
memperhatikan proses pembelajaran yang terjadi. Dan untuk menambah wawasan yang
lebih luas lagi, sebaiknya kita melengkapi dengan berbagai referensi lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamid,
Prof.Dr.Abdul K,.M.Pd., 2009, Teori Belajar dan Pembelajaran (edisi kedua),
Medan, FR. Dongoran.
Suparno, DR.Paul.,1997, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.
Matthew Olson H & Hergenhahn B.R., 2009, Theories
of Learning ( Teori Belajar) ( Edisi ketujuh), Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.