Sabtu, 23 Juni 2012

Teori Belajar Schematic


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Belajar berarti memperbaharui dan mengembangkan diri agar kehidupan individu lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu terjadi proses pada manusia dengan cara  berpikir, bergerak, dan merasa untuk memahami setiap fakta yang dihadapinya dalam menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan dan teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa individu tersebut. Dalam implementasinya belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran. Adapun beberapa dari teori belajar tersebut yaitu : (1) teori behaviorisme, (2) teori kognitivisme, (3) teori humanistik, dan (4) teori sibernetik. Dalam aplikasi teori-teori belajar tergantung pada beberapa hal seperti sifat materi, karakteristik pebelajar, media belajar dan fasilitas belajar yang tersedia.
Jean Piaget seorang psikolog penganut teori belajar kognitivisme, menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual. Dia menyebut bahwa struktur kognitif dalam cara berfikir anak sebagai skemata (Schematic), yaitu kumpulan dari skema-skema. Dalam makalah ini dibahasa mengenai teori schematic digunakan dalan proses belajar individu.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah: Bagaimanakah teori belajar Schematic?

C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami teori belajar Schematic.

D.    Manfaat Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan para pembaca tentang teori belajar Schematic yang dapat diterapkan dan diaplikasikan pada proses belajar dan pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Belajar Schematic
Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar ataupun memecahkan persoalan. Orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang akan membentuk pemikiran struktural seseorang dimana pengetahuan struktural tersebut terdiri dari skema-skema yang dimiliki dan hubungan antara skema-skema itu.
Menurut teori skema pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi, atau skema, yang terdiri dari kontruksi mental gagasan kita. Skema objek, kejadian, atau ide terdiri dari satu set atribut yang menjelaskan objek tersebut yang mana membantu kita untuk mengenai objek atau suatu peristiwa. Misalnya skema tentang bunga yang memuat macam-macam atribut seperti, akar, batang, daun, bunga dan lain-lain. Skema bunga ini akan berkaitan dengan skema yang lebih luas seperti skema tumbuhan. Setiap orang daam pikirannya akan mempunyai macam-macam skema mengenai banyak hal dan skema-skema itu ada yang saling berkaitan dan membentuk suatu kerangka pemikiran seseorang akan sesuatu hal. Skema-skema mempunyai banyak jenis, ada yang konkrit seperti bunga tadi tetapi dapat juga abstrak seperti teori matematika.
Cara seseorang membentuk dan mengubah skema adalah proses belajar. Individu dapat membentuk skema baru dari suatu pengalaman baru dan dapat juga menambah atribut baru ke dalam skemanya yang lama. Individu dapat melengkapi dan memperluas skema yang dimilikinya ketika berhadapan dengan pengalaman, persoalan dan juga pemmikiran yang baru. Pada umumnya bila individu menghadapi pengalaman baru yang tidak cocok dengan skema yang dimilikinya, dia akan mengubah skema lamanya. Dalam proses belajar siswa mengadakan perubahan skemanya dengan menambah atribut, memperhalus, memperluas, ataupun mengubah keseluruhan skema lama.
Skema adalah istilah yang penting dalam teori Piaget, karena dianggap sebagai elemen dalam strustur kognitif individu. Skemata yang ada dalam individu akan menentukan bagaimana dia akan merespon lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam bentuk prilaku yang jelas, seperti gerakan refleks memegang.


1.      Asimilasi
Cara anak menghadapi lingkungannya akan berubah-ubah seiring pertumbuhannya. Agar terjadi interaksi individu dengan likungan maka skemata yang ada harus berubah. Proses merespon lingkungan yang sesuai dengan struktur kognitif anak disebut dengan asimilasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.

2.      Akomodasi,
Jika asimilasi adalah satu-satunya prose kognitif maka tidak ada perkembangan intelektual anak tersebut karena hanya akan mengasimilasikan pengalamannya ke dalam struktur kognitif. Akan tetapi pengalaman baru tidak cocok dengan skema yang ada, sehinngga individu akan mengadakan akomodasi. Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimulus lingkungan.

3.      Equlibrasi
Proses asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan kognitif individu, dalam perkembangan intelektual individu diperlukan keseimbangan asimlasi dan akomodasi, proses ini disebut dengan Equilirium. Equilibrasi adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses pengaturan keseimbangan ini berjalan terus dalam diri individu melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibrasi membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman yang dihadapinya dengan skemata yang dimilikinya. Bila terjadi ketidakseimbangan (disequlibrium) maka individu dipacu untuk mencari keseimbangan dengan cara asimilasi ataau akomodasi.









B. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif pada anak
Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
1. Tahap Sensori Motor 0-2 tahun ( Sensory Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang dan lain-lain.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.

2. Tahap Pra Operasi 2-7 tahun ( Pre Operation Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dan lain-lain. Selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.

3. Tahap Operasi Konkrit 7-11 tahun ( Concrete Operational Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Contoh. Anak-anak diberi dua boneka binatang yang berlainan (kucing dan singa), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berukuran kecil dan besar. Namun, ketika diberi peranyaan, “Binatang apa yang kecil dan binatang apa yang besar?”, anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).

4. Tahap Operasi Formal 11 tahun ke atas ( Formal Operation Stage)
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
Sebagai contoh eksperimen Piaget yaitu: Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur besar “rumah” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “rumah” itu berdekatan dengan “hotel”. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api besar “rumah”empat batang sedangkan besar “hotel” delapan batang korek api. Berapakah besar “hotel” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya.
Kesimpulan pada tahap ini adalah pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional formal). Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya sistem nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofi.
























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pemaparan secara singkat tentang teori belajar  Schematic, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schematic), yaitu kumpulan dari skema-skema.
2.      Cara anak menghadapi lingkungannya akan berubah-ubah seiring pertumbuhannya, yaitu berdasarkan proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
3.. Empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis : (a) tahap Sensori Motor, (b) tahap Pra Operasi, (c) tahap Operasi Konkrit, (d) tahap Operasi Formal.

B.     Saran
Dengan mengetahui secara singkat tentang teori belajar Schematic, maka diharapkan pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan mengajar di satuan pendidikan, memperhatikan proses pembelajaran yang terjadi. Dan untuk menambah wawasan yang lebih luas lagi, sebaiknya kita melengkapi dengan berbagai referensi lain.















DAFTAR PUSTAKA

 Hamid, Prof.Dr.Abdul K,.M.Pd., 2009, Teori Belajar dan Pembelajaran (edisi kedua), Medan, FR. Dongoran.

Suparno, DR.Paul.,1997, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Matthew Olson H & Hergenhahn B.R., 2009, Theories of Learning ( Teori Belajar) ( Edisi ketujuh), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar